Self Talk

Hal Magis yang Mereka Sebut ‘Soulmate’

Beberapa waktu belakangan ini saya sedang tidak produktif. Tidak bisa bermain kata dengan indah. Tidak bisa mengungkapkan apa yang ada dalam pikiran. Padahal ada banyak hal yang ingin saya ceritakan. Tapi pikiran saya kusutnya lebih dari benang ruwet. Dan parahnya, saya nggak tahu bagaimana cara menguraikannya. Beberapa kali saya mencoba untuk kembali menulis, tapi sepertinya ada sesuatu yang menahannya. Words aren’t coming out. Kalau pun berhasil menulis beberapa paragraf, saya langsung berhenti begitu saja karena tulisannya yang kurang smooth. Kurang cantik untuk dibaca. Jadi ada beberapa file tulisan di laptop yang belum selesai dan saya biarkan begitu saja karena kondisi stuck ini.

Kemudian, saya pikir mungkin saya bisa membaca sesuatu terlebih dahulu untuk menginspirasi. Pilihan pertama saya jatuh pada MADRE, kumpulan cerpen dan prosanya Dee. Saya pilih novel itu karena Dee selalu sukses merangkai kalimat dengan anggun. Rentetan diksi yang digunakan begitu cantik, sehingga saya pikir semoga saja ini bisa memberikan sesuatu yang bisa saya tulis. Setidaknya memberi gambaran kalimat pertama apa yang akan saya gunakan untuk mengekspresikan pikiran saya yang sudah menggunung ini.

https://www.instagram.com/p/BADePKqSGCI/

MADRE masih mengangkat tema cinta, walaupun dalam cakupan yang lebih luas lagi menurut saya. Ini merupakan buah pikiran random dari Dee yang mengungkapkan kisah cinta seseorang dengan roti, dengan janin yang sedang di kandungnya, dengan jodoh dalam kehidupannya di masa lalu, dan masih banyak lagi, yang terangkum dengan apik dalam novel tersebut. Di sini, Dee banyak bicara tentang konsep soulmate yang sering dia sebut plasenta, belahan jiwa, atau apalah. Mungkin saat dia menulis cerpen-cerpen itu, dia sedang berada dalam tahap pencarian siapa gerangan yang jadi soulmate-nya. Atau mungkin sudah menemukan?

Lalu konsep ini merasuk dalam pikiran saya. Mengapa akhir-akhir ini istilah soulmate jadi berseliweran di sekitar saya? Pikiran ini mengerucut hingga menjadi beberapa pertanyaan yang seakan nggak ada ujungnya. Bagaimana kita bisa tahu kalau seseorang itu adalah soulmate kita? Is there a soulmate for everyone? Jika memang iya, berbahagialah kalian yang sudah menemukannya…

Karena saya pikir, konsep itu terlalu abstrak. Soulmate, seseorang yang kamu rasa dialah the one yang selama ini kamu tunggu meskipun kalian belum lama saling kenal. Abstrak. Hal-hal yang sifatnya magis seperti itu cenderung nggak masuk akal. Hanya bikin kamu seperti pemimpi di siang bolong. Kalau pun ada satu di antara kamu yang memang bisa menemukannya, lucky you. And i’m very happy for you.

shutterstock_256025602

Saya juga yakin kalau bukan hanya saya sendiri yang menyimpan keraguan ini. Pasti juga ada satu di antara kalian yang nggak percaya kalau konsep soulmate itu ada. Ada yang bilang kalau semesta akan mengantarkanmu menemukan soulmate yang selama ini kamu tunggu. Tapi dari dulu, saya punya keyakinan kalau kitalah yang menentukan siapa jodoh kita. Kalau kamu pikir jodoh itu sudah dituliskan namanya oleh Tuhan, bukan. Saya kira, tiap orang memang berjodoh dengan seseorang lainnya. Tapi, dengan siapa kita berjodoh, kita sendiri yang menulisnya. Semua tergantung usaha kita mencapainya. Saya kenal konsep ini dari salah satu dosen agama saat saya kuliah dulu. Dan saya setuju. Siapapun jodoh kita, saya yakin kalau kitalah yang menentukan. Saya nggak percaya dengan hal-hal yang sifatnya accidentally seperti soulmate. Meskipun saya juga tahu, selalu ada alasan mengapa setiap kebetulan itu terjadi. Tuhan selalu punya skema.

Lalu kamu, kamu yang nggak percaya dengan konsep soulmate juga pasti memiliki alasan, kan? Mungkin kamu pernah percaya, dalam suatu momen di kehidupanmu yang lampau. Mungkin juga kamu pernah merasa kalau ada seseorang yang ‘sepertinya’ akan menjadi the one buat kamu. Tapi, kalian tidak bersama. Dan selalu ada alasan mengapa kalian saling meninggalkan. Mungkin kalian terlalu pengecut untuk sama-sama mengejar perasaan itu. Atau mungkin, kamu mengekspresikan perasaanmu dengan salah, hingga dia menganggap kalau perasaanmu itu membebaninya? What the hell!! Lalu kamu sadar, soulmate tidak membebani. Itu bukan soulmate. Itu bukan cinta. Mungkin kamu salah mengartikannya. Jadi, ayolah pergi dari hubungan yang hanya membebani salah satu pihak itu. You should love him better, girl!

Lalu hari berlalu tanpa ada kontak yang terjadi antara kalian lagi. Kalian seolah berada dalam dimensi yang berbeda. Tanpa ada yang berusaha saling menggapai lagi. Awalnya mungkin kamu nggak terlalu memikirkan hal itu. Kamu bahkan melalui hari dengan menyenangkan. Pergi keluar rumah memanjakan diri sendiri, pulang saat malam telah tiba. Tubuh lelah membuatmu tidur dengan nyenyak. Oke, kamu mungkin menyimpulkan kalau kamu baik-baik saja berpisah dari seseorang yang kamu pikir ‘soulmate’ kamu. Jadi, dia bukan orang yang berarti apa-apa, kan?

shutterstock_344500055

Empat hari kemudian kamu baru merasa seolah tertampar sesuatu. Tiba-tiba ada rasa sakit yang menjalar di dada. Panas dan nyeri. Lalu air mata itu keluar, hanya sebutir, bukan tangisan histeris hingga mata bengkak seperti saat mengalami patah hati yang sudah-sudah. Tapi, kamu sadar sesuatu. Kamu sakit, sangat parah, saking parahnya kamu nggak tahu bagaimana cara mengekspresikan perasaanmu. Saking parahnya, kamu nggak tahu bagaimana cara meluapkannya. Kamu bahkan nggak bisa menangis dengan benar. Kamu berantakan.

Lalu tahun berganti. Berbagai macam kata-kata bijak bertebaran di internet untuk menyambut tahun baru. Intinya, mereka mengajarkan untuk melepas masa lalu. Mereka mengajarkan untuk menerima kenyataan dan membiarkan yang berlalu untuk pergi dari kehidupanmu. Mereka mengajarkan untuk tidak membaca secara berulang bab terakhir kehidupanmu agar kamu bisa move on dengan tenang. Kamu menyimpannya. Untuk dirimu sendiri. Meyakinkan dirimu sendiri kalau kamu bisa melalui semua ini. Tapi, tiba-tiba kamu ingin berteriak memaki semuanya. Kata-kata sampah, kamu menganggapnya demikian. Nggak ada satu pun dari kata-kata itu yang bisa menyembuhkanmu. Kamu bahkan berpikir, bagaimana kamu bisa membaca ulang bab terakhir kisahmu dengannya, kalau kamu bahkan belum selesai menulis bagaimana ending-nya?

Jadi, kamu kembali bertanya, benarkah soulmate itu ada? Jika memang iya, jika memang dialah belahan jiwamu, mengapa kalian mengambil jalan yang berbeda? Jika memang ada, mengapa dia menganggapmu sebagai bebannya? Bagaimana kamu bisa hidup jika separuh jiwamu melayang entah di mana?

Di titik ini, kamu kehilangan seseorang. Tapi kamu merasa kalau kamu kehilangan dirimu sendiri. Kamu mati rasa, bingung mau ke mana. Semuanya gelap. Kamu ada di titik terjauh dalam kehidupanmu. Kamu tersesat.

Lalu kamu berpikir, apakah selama ini kamu terlalu lama berhenti di persimpangan? Kamu bisa saja mengikuti jejaknya, tapi kamu hanya memilih diam di persimpangan. Menunggu apa? Menunggu dia yakin dan menjemputmu? Bahkan dia saja nggak siap menerimamu. Sudahlah, intinya kamu hanya beban. Tidak usah bermain pengandaian lagi.

Kamu memang sakit, tapi kamu ingin melalui ini semua dengan damai. Kamu sudah lelah bertarung dengan jarak. Jarak secara fisik maupun jarak yang dibuat dalam hatinya sendiri. Jarak yang tidak pernah kamu paham mengapa dia menciptakannya dengan begitu hebat. Saat kamu ingin di dekatnya. Saat kamu ingin terus menempel seperti benalu di dekatnya. Ah ya, kamu hanya benalu. Kamu menyerap habis energinya. Sadarlah, kamu sudah terlalu membebaninya.

shutterstock_248961934

Jadi kamu memilih untuk diam sambil menahan rasa sakit. Karena kamu tahu, berusaha terus menggapainya hanya akan membuat lukamu semakin hebat. Luka kalian berdua. Tapi kamu tahu, tidak ada perasaan kecewa atau pun marah padanya. Kamu ingin dia tahu hal ini. Bahwa kamu melangkah pergi bukan karena marah atau kecewa. Tapi hanya karena tidak ingin menjadi bebannya. Tidak ingin menjadi sesuatu yang menghalangi kebebasan dan kebahagiaanya.

Kamu hanya butuh waktu untuk sembuh, sebelum bisa mengucapkan selamat tinggal dengan sepantasnya. Meskipun kalian sudah tidak saling terhubung, tapi sisi hatimu yang lain masih belum rela melepaskannya. Kamu belum siap. Jadi mungkin bab terakhir itu pun masih belum selesai. Masih ada beberapa bagian lagi yang akan kamu tulis. Hanya saja kapan waktu yang tepat, kamu masih belum tahu. Hingga waktu itu tiba. Hingga kamu merasa kalau itulah saat yang tepat untuk bilang “Ah, it’s a good day to say goodbye.” Kapan? Kamu masih mengumpulkan nyali untuk hal itu.

Jadi, dengan sepenuh hati kini kamu akan meyakini kalau soulmate itu tidak ada. Kamu bisa bertemu dengan siapa saja, menghabiskan hidup dengan siapa saja, tanpa harus menunggu atau mencari seseorang yang kamu pikir belahan jiwamu. Tidak perlu terlalu muluk mencari seseorang yang digambarkan ibarat soulmate, karena konsep tersebut terlalu ‘drama’ untuk realita kehidupan yang sebenarnya. Kalau pun memang ada yang berhasil menemukannya dan berhasil bersama, mereka beruntung. Tapi kalau pun kamu nggak bisa menemukannya, jangan kecil hati. Kamu tetap bisa bahagia dengan dirimu sendiri. Kalau pun kamu kehilangan dirimu saat ini, kamu bisa menemukannya kembali. Mungkin prosesnya panjang dan menyakitkan, tapi ingatlah kalau kamu selalu berhak untuk bahagia.

Hal pertama yang harus kamu lakukan adalah bersahabat dengan dirimu sendiri. Jujur dengan perasaanmu. Ungkapkan semua yang kamu rasakan, tidak perlu mengelak lagi. Berkomunikasilah dengan inner self-mu, saling berbagi cerita agar kamu tahu apa yang kamu inginkan, apa yang membuatmu bahagia. Suatu saat nanti, kamu akan sukses menemukan dirimu sendiri di antara kepingan-kepingan pengalaman menyakitkan yang pernah kamu rasakan. Lalu kamu akan merasa kalau kamu lebih hidup. Kamu lebih kuat dari sebelumnya.

Jadi, apakah cara itu akan berhasil? Entahlah, saya belum pernah mencobanya. Saya belum tahu apakah perasaan itu bisa hilang dari hatimu seutuhnya, atau akan tetap mengendap di sana dalam jangka waktu yang lama. Tapi, nggak ada salahnya untuk mencoba, kan? Jadi, mari kita coba bersama-sama!

Sekarang saya yang lega. Saya lega karena bisa menguraikan kata demi kata yang tertahan saat melihat kamu patah hati. Malam memang selalu punya cara yang misterius untuk mengalirkan sebuah tulisan.

Akhirnya, tulisan pertama saya di bulan Januari 2016 selesai!

4 thoughts on “Hal Magis yang Mereka Sebut ‘Soulmate’

Leave a reply to Wuri Anggarini Cancel reply